Semester genap kemarin, anggota KP3 Wetlands melakukan pengamatan di Baros yang terletak di Desa Tirtoharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta. Salah satu
daya tarik kami memilih tempat ini adalah keberadaan “taman” mangrovenya. Alasan penamaan taman dan bukan hutan, karena
dari kondisi lokasi yang terlihat, dapat dikatakan tidak cocok untuk disebut
sebagai hutan, karena ekosistem disana tidak menunjukkan sebuah ekosistem hutan
mangrove.
Perjalanan kami tempuh ± 1 jam dari kampus. Sesampainya dilokasi, kami disambut oleh Mas Dwi, Ketua Keluarga Pemuda-Pemudi Baros. Keluarga Pemuda-Pemudi Baros atau biasa disingkat dengan KP2B merupakan perkumpulan pemuda-pemudi yang mempunyai tugas untuk mengelola taman mangrove di Baros.
Dari pemaparan Dwi, kami memperoleh beberapa keterangan tentang Pantai Baros. Taman mangrove di Baros dibangun pada tahun 2003. Pembangunan taman
mangrove ini diprakarsai
oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) RELUNG, sebuah LSM dari Fakultas Kehutanan UGM. Pengelolaan taman mangrove kemudian diserahkan
kepada KP2B pada tahun
2005. Mas Dwi menjelaskan bahwa tujuan awal dari dibangunnya taman Mangrove di Baros adalah untuk melindungi tanaman pertanian yang sering
terkena pasang air laut. Sayangnya, banyak kendala yang dihadapi oleh KP2B dalam usaha pembangunan taman mangrove mulai dari susahnya
memperoleh bibit yang unggul sehingga menyebabkan
kegagalan penanaman, hingga
adanya serangan penyakit pada musim-musim tertentu.
Jenis tanaman mangrove yang ada di Baros bervariasi dengan dominasi Rhizophora
sp., Avicennia, Nypa, Soneratia, serta tumbuhan bawah derujon yang merupakan jenis endemik.
Pengelolaan Pantai
Baros dapat dikatakan berhasil karena telah ditemukannya ikan glodok, salah satu jenis ikan yang hanya bisa ditemui di daerah
mangrove. Bentuk
pengelolaan yang dilakukan di Pantai Baros meliputi penanaman, sarana wisata, serta
dibukanya kesempatan untuk melakukan penelitian. Hasil dari penelitian biasanya diperuntukkan
untuk pengelolaan di Baros. Di Baros terdapat pula tambak kepiting, namun yang paling
banyak dibudidayakan adalah kepiting soka.
Pada tahun 2012 silam, pernah diselenggarakan
kegiatan penanaman
dengan 37.000
bibit. Sayangnya, penanaman gagal karena timing-nya tidak tepat, yaitu di waktu air sedang pasang. Penanaman biasanya dilakukan oleh
masyarakat maupun instansi pendidikan dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi, dan pemerintah baru memberikan perhatian kepada masyarakat apabila masyarakat
sendiri yang melakukan aksi. Sebelumnya, pemerintah sama sekali tidak memberikan
bantuan. Namun, sekarang banyak pihak yang membantu pengelolaan, baik dari pemerintah
maupun LSM. “Dari pengelolaan
ini, Desa Tirtiharjo mendapat keuntungan mencapai sekitar 240 juta”, jelas Mas
Dwi.
Kendala yang dialami KP2B dalam mengelola hutan mangrove bukan hanya
dikarenakan kurangnya sarana prasarana. Justru kendala yang lebih sering menghambat adalah musim, kendala alami yang sulit
untuk diatasi. Permasalahan tidak hanya dialami ketika musim hujan, tetapi juga ketika musim kemarau. Saat musim
kemarau, lumut menjadi
banyak karena air bening dan sinar matahari dapat menembus air. Hal ini
mengakibatkan
pertumbuhan mangrove tidak bagus. Pernah suatu ketika, lumut sampai menutupi seluruh
permukaan Sungai
Opak. Kemarau juga membawa akumulasi pasir yang dibawa oleh angin. Musim hujan
membawa permasalahan lebih banyak lagi, yaitu pasang yang lebih tinggi. Karena pasang
tinggi, pasir terbawa
arus dan menutup sungai. Hal ini ditanggulangi dengan mengeruk pasir yang
terbawa arus agar tidak terjadi banjir dan air dapat mengalir ke laut. Saat
pasang besar, bahkan alat keruk tidak berani masuk karena bahaya yang besar. Pada musim ini yang paling
rutin adalah kedatangan banjir.
Pengelolaan dari segi wisata belum dapat dimaksimalkan, karena tujuan awal pengelolaan
taman mangrove ini bukan
untuk objek wisata. Namun,
untuk kunjungan wisata, KP2B juga menyiapkan sarana perahu dan tempat camping.
Seringkali pengunjung yang datang berasal dari kalangan instansi pendidikan. Mereka
biasanya melakukan
penelitian jenis, seperti penelitian tentang peningkatan jumlah individu dari
berbagai spesies flora maupun fauna. Dari hasil penelitian, pengelola memaparkan bahwa jenis yang mengalami
pertambahan paling banyak adalah burung. (Nurul_KP3 Wetland)