20 April 2013

Teknik Sampling Pengamatan di Lapangan


Jum’at sore kemarin, tepatnya pada tanggal 19 April 2013, kepengurusan KP3 Herpetofauna periode 2013-2014 mengadakan pembekalan (materi ) perdana kepada para anggota KP3 H 2011 dan 2012. Pertemuan perdana ini membahas mengenai Metode Penelitian .Alasan dari metode penelitian ini diperkenalkan di pertemuan perdana, karena dalam pengamatan di lapangan sangat diperlukan pengetahuan bagi si pengamat sebelum terjun langsung dilapangan, karena jika tidak mempunyai bekal yang cukup, ditakutkan nanti saat dilapangannya akan terjadi kebingungan. Kebingunan yang dimaksud disini adalah mereka tidak atau kurang paham apa saja yang akan dilakukan saat pengamatan, kemudian ketika bertemu dengan obyek yang dicari (amphibi atau reptil) takutnya bingung bagaimana memperlakukan obyek tersebut. Dengan pembekalan mengenai metode penelitian ini, diharapkan nantinya dilapangan mereka sudah paham, mengerti dan mempunyai gambaran yang jelas tentang apa saja yang harus dilakukan dan metode apa yang cocok untuk digunakan saat pengamatan dilapangan.
Materi metode penelitian ini disampaikan oleh mbak Dayu (KSDH 2009). Dihadiri oleh 17 orang, yakni dari angkatan 2011 sebanyak 6 orang, 2012 sebanyak 10 orang dan angkatan 2010 sebanyak 1 orang (mbak Pipin). Di pertemuan ini, mbak dayu menjelaskan secara detail mengenai teknis dilapangan saat melakukan pengamatan, mulai dari alat, kapan waktu yang tepat, buku yang dipakai, cara mengidentifikasi, sampai dengan teknik  sampling yang digunakan saat pengamatan dilapangan.
Di materi metode penelitian ini mbak Dayu menekankan, bahwa salah satu yang harus diperhatikan saat pengamatan dilapangan adalah mengenai teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling disini maksudnya adalah suatu cara yang digunakan saat pengamatan dengan tujuan untuk mendapat data herpetofauna yang ada. Teknik Sampling ada dua macam, yaitu Sampling secara langsung dan tidak langsung.

v  Teknik sampling langsung
Teknik sampling langsung ini, seperti namanya yaitu ”langsung”, jadi teknik ini digunakan saat kita melakukan pengamatan dilapangan bertemu dengan spesiesnya secara langsung. Teknik sampling langsung ini ada empat cara yaitu Road cruising, VES, Quadrat sampling dan transek garis.

Ø  Road cruising (mengeksplore jalan)
Biasanya yang tidak mau capek karena harus berjalan kaki, jadi melakukan pengamatannya bisa dilakukan sambil berkendara entah itu naik sepeda, motor, ataupun mobil. Teknik ini memiliki keuntungan yaitu mudah, cepat dan tidak capek, namun kelemahannya yaitu terbatas tempatnya. Masudnya adalah pengamatannya terbatas hanya di jalanan tertentu saja yang bisa dilewati oleh kendaraan yang kita gunakan.
Ø  VES (visual encounter survey)
VES ini adalah teknik yang cukup mudah, yaitu pengamatan yang mengunakan waktu sebagai acuan. Teknis dilapangannya yaitu pengamatan dilapangan namun dibatasi oleh waktu. contoh ilustrasi : dilapangan kita diberi waktu 20 menit untuk mencari spesies herpetofauna dilapangan, jadi kalau waktu 20 menit tersebut sudah habis maka kita pengamatan yang kita lakukan harus dihentikan, jikalau masih ingin melanjutkan lagi, baru nantinya diteruskan, namun dibatasi dengan waktu yang sama seperti diawal pengamatan tadi yaitu 20 menit. Kami (KP3 Herpetofauna) sering menggunakan teknik ini saat pengamatan dilapangan.
Ø  Quadrat sampling
Seperti namanya “kuadrat” jadi pengamatannya dilapangan dengan cara membuat plot kuadrat di beberapa tempat dan kemudian melakukan pencarian intensif di dalam plot-plot tersebut. Ukuran plotnya mulai dari 2m x 2m sampai yang paling besar yaitu 10m x 10m.
Ø  Transek garis
Metode ini digunakan untuk menjangkau areal yang luas dengan waktu yang relatif singkat. Jika kita terbatas dengan masalah dana, waktu dan personil (pengamat), teknik ini merupakan salah satu metode terbaik untuk digunakan.
v  Teknik sampling tidak langsung
Taknik sampling tidak langsung yang biasa dipakai adalah drift-fenced pitfall trap atau nama kerennya adalah jebakan. Jadi untuk mendapatkan data saat pengamatan, terlebih dahulu kita membuat jebakan ditempat-tempat tertentu yang biasa dilalui dari satwa herpetofauna. Jebakan tersebut kita buat saat malam hari, dan baru kita periksa saat keesokan harinya. Teknik ini memiliki beberapa kelemahan yaitu butuh waktu yang lama untuk mendapatkan data dan biaya yang cukup mahal untuk mempersiapkan jebakannya .
Di akhir pertemuan, mbak Dayu juga memberi semacam kepelatihan kepada anggota KP3 H angkatan 2012 untuk mengidentifikasi gambar katak (*yang setelah diidentifikasi ternyata spesies Rana chalconota).  Tujuan dari pelatihan tersebut adalah untuk melatih skill dalam identifikasi menggunakan buku identifikasi agar nantinya memudahkan menggunakan buku tersebut dilapangan. (Ikhwan_KP3H)

14 April 2013

HERPETOFAUNA


    Kata Herpetofauna secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “herpeton”yang berarti melata dan “fauna” yang berarti binatang. Herpetofauna dapat diartikan sebagai binatang-binatang yang melata. Herpetofauna merupakan binatang berdarah dingin (poikilotermik). Binatanmg ini menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungannya. Herpetofauna berdasarkan beberapa ciri yang berbeda dan mencolok diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu, kelas amphibia dan reptilia. Kedua kelas herpetofauna tersebut dibagi-bagi lagi menjadi beberapa Ordo yang kemudian menjadi beberapa  famili.

Gambar Reptilia dan Amphibia

1.     Amphibi 
           Amphibi merupakan hewan yang hidup di 2 habitat atau alam, yaitu perairan dan daratan. Herpetofauna yang satu ini memiliki kelembaban kulit yang tinggi dan tidak tertutupi rambut. Kata amphibi sendiri berasal dari kata “amphi” yang berarti ganda dan “bios” yang berarti hidup. Secara asal kata, amphibi didefinisikan sebagai hewan-hewan melata yang dapat hidup di dua alam. Kelas herpetofauna ini dibagi menjadi 3 ordo yang masih ada hingga sekarang, yaitu Caudata(amphibi berekor), Anura(amphibi tidak berekor), Gymnophiona(amphibi tidak bertungkai).

         
Caudata
Caudata  merupakan ordo amphibia yang memiliki ekor. Jenis ini memiliki tubuh yang panjang, memiliki anggota gerak dan tidak memiliki tympanum(seperti telinga pada manusia). Beberapa species Caudata mempunyai insang dan lainnya paru-paru. Kemudian ada juga yang dapat bernafas menggunakan kulit. Tubuhnya terdiferensiasi antara kepala, tubuh dan ekor. Pada bagaian kepala terdapat mata yang kecil dan pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi(Fajar Suprianto, 2009). Umumnya ordo ini lebih dikenal sub-ordonya yaitu Salamandroidea atau Salamander. Sebenarnya masih ada 2 sub-ordo lain(Sirenidea dan Cryptobranchoidea), tapi jenis ini yang paling sering ditemukan.

Katak pohon, salah satu anggota Anura
           Anura merupakan amphibia yang tidak berekor(dewasa). Namun pada siklus hidupnya, ordo Anura atau yang lebih dikenal dengan katak ini memiliki ekor saat pada fase juvenile(muda, berudu/kecebong). Ordo ini sering dijumpai dengan tubuhnya seperti sedang jongkok. Tubuhnya terdiferensiasi menjadi 3 bagian yaitu kepala, badan, dan anggota gerak(2 pasang tungkai=tetrapoda). Kulitnya cenderung basah karena memiliki kelenjar lendir dibawah kulitnya. Anura sendiri sering dibagi menjadi istilah katak dan kodok. Ciri yang paling mencolok adalah tekstur kulitnya, dimana kulit katak lebih halus dari kodok juga bentuk tubuh katak yang lebih ramping daripada kodok. Ordo ini hidup dapat hidup di dua tempat yaitu pepohonan(arboreal) dan daratan yang termasuk kedalamnya sumber air(terestrial).

          Gymnophiona  merupakan amphibia yang umumnya tidak memiliki anggota gerak dan beberapa jenis alat geraknya tereduksi secara fungsional. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai, dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik(Fajar Suprianto, 2009).

2. Reptilia 
          Reptilia merupakan kelas Herpetofauna berukuran besar yang ebagian besar merupakan hewan tetrapoda kecuali bangsa Ophidia (ular). Kelas ini memiliki ciri khas yaitu tubuh yang ditutupi oleh sisik (bersisik). Reptil dibagi menjadi 4 ordo yaitu Testudinates, Crocodylia, Sphenodontia, dan Squamata.
salah satu jenis testudinata (Penyu)

           Testudinates  merupakan ordo reptil yang memiliki cangkang sebagai tempat berlindung maupun menjadi bagian tubuhnya. Cangkang tersebut terbagi menjadi 2 yaitu karapaks pada bagian atas dan plastron sebagai perisai dada. Yang masuk ke ordo ini adalah segala jenis kura-kura dan penyu.



Buaya muara
          Crocodila  merupakan ordo yang mencakup reptil yang berukuran paling besar diantara yang lain. Kulitnya ditutupi oleh sisik sisik dari bahan tanduk yang termodifikasi bentuknya menjadi seperti perisai. Buaya memiliki jantung yang terbagi menjadi 4 ruang, namun sekat ventrikel kanan dan kiri tidak sempurna membatasi darah. Sehingga terjadi pencampuran darah. Pola perilakunya yang paling mencolok adalah ordo ini sangat suka berjemur di siang hari untuk menaikkan suhu tubuhnya. Crocodilian merupakan hewan nokturnal, tapi tidak menutup kemungkinan bangsa ini berburu di siang hari. Di habitatnya, buaya dewasa memiliki daerah kekuasaan untuk dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya. Ordo ini dibagi menjadi tiga famili, antara lain famili alligatoridae, famili crocodylidae, famili gavialidae.

   
kadal
  Sphenodontia merupakan ordo reptil yang anggotanya merupakan kadal-kadal purba. Salah satu contohnya adalah Tuatara. Hewan ini hanya tersisa dua jenis di dunia dan merupakan species endemik di Selandia Baru. Selain itu, kadal ini merupakan bukti peninggalan zaman dinosaurus yang hidup pada 200 juta tahun yang lalu.       
     
Ular kobra
Squamata  merupakan ordo reptil yang mengalami pergantian kulit atau sisik secara periodic (molting). Tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Squamata sendiri diklasifikasikan menjadi tiga sub-ordo, yaitu Sauria. Ophidia (bangsa ular-ularan), dan Amphisbaenia (squamata tak bertungkai, sisik tersusun seperti cincin-cincin; sering disebut dengan  worm-like lizar. 

Sumber :Diktat Herpetofauna, 2011